Senin, 17 Januari 2011

Cinta Tak Pernah Salah, yang Salah adalah Pengirimnya

Kepada Dewa Cinta,
Surat ini aku sampaikan kepada kamu, Cupido. Dewa yang mengurusi ikhwal percintaan. Aku sudah tidak tahan lagi dengan kelambanan dan ketidakberesan kinerjamu. Selama ini bagiku, cinta yang kamu bawa selalu datang terlambat, atau bukan menuju orang yang tepat. Sehingga pada akhirnya cinta itu tiada guna lagi, menjadi tiada arti. Tentu kamu tidak mau hal ini diketahui dan menimpa orang lain, bukan?
Pertama kali cinta itu datang padaku ketika gerimis di bulan Desember, bertahun-tahun lalu. Di sebuah sekolah menengah, di sekolahku. Paket cinta itu menyatakan kalau pasangan paket yang lain dikirimkan padanya, cowok tinggi berkacamata. Waktu itu aku masih belia, tak tahu kalau cinta itu datang dalam paket yang tidak terduga, dan rasanya manis seperti kembang gula. Sebagai amatir, di paket itu diinstruksikan kalau aku dan dia harus menyatukan paket yang kami miliki. Jadilah di hari itu kami bicara, bicara cinta.
Kami berbagi tawa, berbagai cerita tumpah ruah, dan tetek bengek lainnya. Sampai ketika dia bertanya. Aku tersenyum dalam hati, dia pasti akan menanyakan hal yang aku kira, tentang paket milikku.
“Hey, temanmu itu lagi jomblo, ya?” kamu menanyakan sahabatku, sepintas lalu.
“Iya, baru putus bulan lalu. Emang kenapa?” tanyaku balik.
“Kalo gitu aku punya kesempatan, dong? Kamu bantuin aku, ya?”
Ah, akhirnya semua jelas. Paket cinta itu bukan untukku, kau salah mengirimkannya. Bukannya datang ke pemilik aslinya, tapi malah nyasar ke aku, sahabatnya. Mungkin karena kami terlalu sering jalan berdua, sehingga waktu itu kamu salah mengira pemilik cinta yang sebenarnya.
Kau tahu, Cupido, rasanya membuang cinta? Berusaha melupakannya? Menyakitkan. Bagaimana hati yang berdarah, dilukai lebih dalam dengan pisau yang bernama ‘demi persahabatan’, ditaburi garam yang bermerek senyuman. Kata orang, cinta tak pernah salah. Aku setuju, cinta tak pernah salah, yang salah adalah pengirimnya. Ha!
Aku tak pernah lagi mendapat paket-paket cinta setelah kejadian itu. Meskipun lelaki itu datang dan mengatakan kalau dia telah menerima paket cinta darimu. Bertahun-tahun lelaki itu meyakinkan aku paket itu pasti akan datang. Dengan namaku yang tertulis di atasnya. Segera. Aku tertawa, menertawakan teorinya dan menertawakan diri sendiri karena mengingat betapa mudahnya aku kamu lupakan.
Lalu tiba-tiba saja paket itu datang, di pusara ibuku yang masih basah. Ketika dia memelukku, berusaha menghentikan air mata yang tumpah. Dan tingga minggu sebelum dia menikah. Dengan wanita lain tentunya. Lagi-lagi kau melakukan kesalahan, Cupido!
Tentu saja kau tidak mau hal yang kusebutkan di awal tadi terjadi, bagaimana dengan reputasimu? Tenang saja, pengalamanku tadi hanya antara kita berdua. Jadi, di kesempatan ini aku mohon kerjasamamu (lagi) ya, Cupido.
Yang mencoba percaya padamu,
Aku
Ps. Kalau kau ragu-ragu, lelaki tampan yang paketnya belum kau kirimkan itu bisa kau temui di bus. Dia duduk di dekat jendela, tiga kursi di depanku.

----

(dikirim oleh @tyrsetya di http://witchwords.tumblr.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar