Minggu, 16 Januari 2011

Ketika wanita menguraikan rasa - Part 2

Dear Obi,

Senang mendapat balasan dari kamu melalui sebuah surat (juga), yang entah kenapa terasa lebih personal bagiku. Beberapa kalimat singkatmu sanggup membuat aliran darahku mangalir sedikit lebih deras dari biasanya. Oh ya mengenai kalimat-kalimatku itu bukan puisi Obi, dan kamu terlalu merendah dengan kehebatanmu sendiri dalam merangkai kata.

Sedangkan mengenai topik hujan. Tak akan habis kata dan puja puji yang kulantunkan jika sudah membahas topik yang satu ini. Jadi aku setuju bila kita memasukkannya dalam top list topik pembicaraan kita. Selain kopi dan photograpi tentu saja.

Dan ada satu hal yang kau singgung secara langsung, sehingga membuat perasaanku tergelitik. Topik yang cukup sensitif menurutku.


Takdir.

Anyaman benang halus semesta yang terjalin rapih dengan menyinggungkan banyak sumbu pada saat yang tepat.

Pola yang hanya dapat dijalani tanpa dapat kita interupsi peraturannya.

Aturan yang disusun berdasar pada kebenaran hakiki.

Itulah artiku tentang kata tersebut dan begitulah pula caraku mempercayainya.


Jadi, tentu saja kita harus bertemu. Namun untuk hitungan waktu, aku sendiri tak tahu kapan.

Tak bisakah kita serahkan saja perkara itu pada semesta, karena aku suka dengan permainan konspirasinya yang seringkali mengejutkanku .

Terutama megenai caranya mempermainkan pintalan hidup seseorang.


Nb:

secangkir kopi menemaniku merangkai kata untuk balasan suratmu. Dia pekat dan hitam tanpa manisnya sakarin, mengembalikan perspektif jernihku dalam membalas seluruhnya. Ya, aku dalam keadaan sesadar-sadarnya meskipun kantuk mengamuk.


Sincerely

Rani

-----

(dikirim oleh @raindicted di http://obiettivo.tumblr.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar