Minggu, 16 Januari 2011

Surat Bermelodi

Selamat hari kapan surat ini sampai kepadamu.

Aku ingin tau bagaimana kau membuka kertas dimana berbaris aksara yang dapat kau hitung tapi aku belum sempat menghitung aksara - aksara itu. Aku sudah terlalu lelah menangkap jejakmu oleh hembusan nafasku sehingga kau berhenti sejenak melihatku disini dihadang rasa rindu.

Lihatlah tulisanku ini dan rasakan. Baca surat ini dengan nafas yang kau hirup dan biarkan hanya hatimu yang mendengar perjalanan kertas ini hingga sampai di tanganmu yang pernah memegang tanganku.

Umur kertas ini sudah setahun. Jika kau tidak percaya coba kau adukan otak kanan dan kirimu. Ingat dan bayangkan. Kapan kita memutuskan hubungan kita? Dari situ aku mulai membawa kertas ini kemana - mana. Kertas ini pernah berada dimana engkau memulai perjalan denganku. Kertas ini pernah berada di atas kepalaku. Menampung rintikan hujan di bawah pohon rindang yang pernah kita berfoto bersama disana.

Maaf jika kertas ini nampak tidak seindah kertas yang baru. Kertas ini sudah mewakilkan perasaanku kepadamu setahun ini. Sayang, kita lupa akan rencana kita. Melempar sebuah tali dan mengaitkannya ke sebuah awan yang besar. Menariknya ke permukaan lalu kita naik, terbang, dan melihat cinta kita yang seluas dunia.

Surat kertas ini tidak hanya berisi aksara - aksara kaku. Sudah beratus - ratus sidik jariku berada di dalamnya. Aku menyentuh surat ini dengan berbagai macam perasaan. Sambil mendengarkan lagu - lagu kesukaanmu yang tentu saja aku ingat. Bagaimana keadaan hatimu? Kau ingat? Aku sudah pernah menutup hatimu rapat - rapat agar tidak ada orang lain yang mencoba mengintip ruang cintamu untukku. Tapi maaf jika hatimu sudah tidak ku jaga dan akupun tak tau kabar hatimu itu.

aku belum sempat melontarkan kata terima kasih untukmu. Kau sudah terlalu banyak memenuhi hatiku hingga hatiku memuntahkan kata - katanya di kertas yang menurutku luar biasa ini. Kertas ini lebih berani dariku untuk menyampaikan kata - kata yang aku tumpuk selama setahun di kerongkongan. Sehingga aku haus ingin meminum cintamu dan kata - kata rinduku ini hancur dan pada akhirnya perlahan hilang satu persatu.

Jika engkau berkenan. Maukah kau membalas suratku ini di kertas yang baru. Dimana engkau membalasnya dengan air mata harumu yang jatuh bermelodi di atas tombol piano. Menggesek penamu di barisan kertas seraya menggesek senar biola. Menghembuskan nafasmu dibalik harmonika. Jantungmu yang berdetak kencang menambah melodi orchestra rindumu.

Aku sangat berharap balasan surat bermelodi itu.

Pemendam rindu.



---Oleh: @


(diambil dari: www.crezative.tumblr.com )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar