Senin, 17 Januari 2011

SURAT CINTA TERBUKA UNTUK ISTRIKU




Istriku sayang,

Malam ini, usai kita menunaikan sholat isya berjamaah dalam suasana khusyuk dan tawadhu’, ada berjuta kebahagiaan merekah tak terhitung memenuhi dadaku. Hal ini terutama karena, malam ini, kita memperingati 10 tahun usia pernikahan kita, tanggal 10 April 2009.

Sebuah perayaan tahunan yang selalu sangat berkesan karena kita menikah sehari setelah ulang tahunku. Sungguh, ini sebuah “kado” paling istimewa sepanjang hidup.

Betapa cepat waktu berlalu. Kita telah melalui masa-masa suka dan duka bersama sebagai pasangan suami istri, yang saling melengkapi, saling menggenapi. Kita tersenyum bersama mengingat masa-masa awal kita bertemu pertama kali dulu serta perjalanan kehidupan pernikahan kita yang penuh dinamika. Indah, lucu, getir dan juga mengesankan.

Kamu tertawa pelan ketika aku menceritakan kembali bagaimana aku jatuh cinta secara spontan hanya dari bening suaramu (lihat posting “Love at the first Voice”), juga ketika aku mengisahkan “bela-belain” menjadi tukang ojek sepeda demi menemuimu (baca di “Demi Cinta Jadi Tukang Ojekpun Tak Apa”), kegundahanku menjelang pernikahan (baca “Catatan 9 tahun usia pernikahan”) , bagaimana perjuangan kita memperoleh anak yang sudah kita dambakan selama 3 tahun (baca “Desperate Seeking Child”) serta kisah ketika aku beraksi menjalankan strategi melampiaskan rasa ngidam-mu ketika hamil anak pertama kita (baca “Strategi Jitu Melampiaskan Ngidam”) dan tentu tak lupa aksi-aksi lucu menggemaskan kedua buah cinta kita, Rizky dan Alya.

Pada saat yang sama, airmatamu mengalir ketika kuceritakan pengorbanan menggadaikan cincin kawin di masa awal pernikahan (baca “Biarkan Emas itu tergadai, asal bukan cinta kita”) atau ketika Rizky, anak pertama kita mesti dirawat lama di rumah sakit karena dadanya tersiram air panas (baca “Papa, Jangan Menangis”). Semuanya terangkum dalam rangkaian mozaik indah yang mewarnai seluruh perjalanan cinta kita.

Ya, memang demikianlah, cinta adalah mengalami. Merasakan. Mendalami. Meresapi.

Ketika kita menyadari untuk memilih sebagai pasangan hidup dan belahan jiwa, maka disaat yang sama, cinta itu harus senantiasa ikut bersama setiap jejak langkah kaki, sambil menautkan jemari, lalu berjalan bergandengan. Bersama. Aku menjadi bagian dari dirimu, begitupun sebaliknya, Dirimu menjadi bagian tak terpisahkan dari diriku. Ikatan perasaan mutual yang ada dari hubungan kita tumbuh mekar bersama pengalaman menjalani hidup bersamamu.

Cinta mesti berada pada tataran esensi, bukan sekedar eksistensi, yang dipelihara dan dinikmati setiap detik proses melaluinya. Bahwa dalam perjalanan cinta kerap kali terjadi letupan-letupan yang mengejutkan, kita senantiasa berusaha untuk mampu melerai dan menanggulanginya. Karena kita menempatkan cinta itu tidak sebatas kenangan dan pikiran. Ia adalah bagian dari interaksi antara kita untuk menjaga harmoni. Membuat “bara” nya tetap menyala hangat dalam jagad hati kita masing-masing.

Istriku sayang,

Aku ingin menceritakan kembali padamu sebuah kisah menarik dari cerpen O’Henry (nama pena dari William Sidney Potter) berjudul “The Gift of Magi”. Diceritakan pada cerpen yang dipublikasikan pertama kali tahun 1906 tersebut, sepasang suami istri yang hidup miskin, James dan Della yang saling mencintai satu sama lain bermaksud memberikan hadiah terindah bagi pasangan masing-masing di hari Natal. Sayang mereka tak memiliki uang. Akhirnya Della menjual rambutnya yang indah dan hitam mengkilat untuk membeli rantai emas pelengkap jam tangan emas kebanggaan James. Tak disangka-sangka, James justru menjual jam tangan emasnya untuk membeli sisir berhiaskan mutiara untuk rambut hitam mengkilat sang istri.
Hilang sudah harta berharga yang mereka miliki menjadi barang yang tak berguna.


Namun, apa yang ingin dikatakan O’Henry dalam cerpen ini memiliki makna sangat dalam. Bahwa hadiah cinta, ketulusan dan kasih yang mendalam jauh lebih berharga dari sekedar sisir mutiara atau rantai emas. Mereka boleh saja menjadi lebih miskin, namun peristiwa ini membuat jiwa mereka lebih kaya.

Aku teringat peristiwa serupa ketika kita pernah menggadaikan kedua cincin kawin yang kita miliki di masa awal pernikahan dan dengan lapang dada sembari saling pandang satu sama lain ditengah-tengah kepulan asap penggorengan sambal goreng ati, cinta itu mengalir deras dari kedua kelopak matamu seperti kamupun melihat kasih yang menggelora memancar dari mataku.

Setelah 10 tahun berlalu, kita kembali menapak tilas perjalanan cinta kita. Berkaca pada cermin diri dan berjanji bersama untuk tetap berkomitmen memeliharanya secara intens dan berkelanjutan.

Aku bersyukur kepada Allah SWT menjalani kehdiupan pernikahan yang indah bersamamu dan juga kedua anak kita.

Jalan panjang dan terjal terbentang dihadapan kita, istriku sayang. Tapi yakinlah, bersamaku, kita akan melewati semuanya dengan penuh keyakinan dan ketegaran. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan menjaga kita dalam menempuh perjalanan itu.

Terimakasih telah menjadi istri yang hebat untukku dan ibu yang luar biasa buat kedua anak kita selama ini.

Selamat Ulang Tahun Perkawinan ke-10..

----
(dikirim oleh @amriltg di http://daengbattala.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar