Selasa, 18 Januari 2011

Surat Kelima

Lily,

Lega rasanya bisa menuang rindu di atas kertas. Kau tahu, tidak mudah bagi hati di dalam aku untuk tegak menampung rasa yang amat besar. Kadang rindu pikulanku, berjalan pun aku membungkuk. Maka ini surat ke-5 yang aku tulis, surat cinta yang aku tulis dalam penjara.

Di sini aku terkurung, tidak bebas bahkan kadang terjepit. Wajar ditambah rindu aku terhimpit, ingin meronta sekuat jiwa. Aku tak mampu, Li. Sungguh tak mampu. Rasa-rasanya aku mau keluar secepat mungkin dari sini, meski harus menyamar jadi kecoak. Aku ingin mengejutkanmu. Membuatmu kaget saat aku terlihat kurus, rapuh dan pucat tanpa hadirmu. Bukan main tidak enaknya ada di sini.

Dari pagi sampai siang, kuhabiskan waktu bersama Iwan. Ya, sahabat konyol nan dunguku di sini. Ia sering menghiburku, melawak ia jagonya. Padahal aku tidak habis pikir, ada orang selucu ini mau mencuri motor karena sesuap nasi. Kejamnya dunia. Jakarta memang begitu keras. Akan tetapi aku mulai khawatir. Sisa waktu Iwan hidup di sini tinggal sedikit. Sebentar lagi ia akan keluar dan membiarkan aku sendiri. Aduh! Bagaimana aku tanpanya di sini?Bersama napi-napi yang lain aku tidak begitu akrab. Sebenarnya aku malas mengakrabkan diri dengan mereka. Kau bisa menebak sendiri apa alasannya. Huh..

Ngomong-ngomong, tadi sore ibu menjenguk aku. Senang rasanya melihatnya dalam keadaan sehat. Tetapi ia tampak semakin tua. Ubannya semakin banyak. Memandang kerut pada wajahnya aku berpikir bahwa itu gambaran ia menantikanku secepatnya dapat menghirup udara bebas. Ia tahu aku tidak sepenuhnya salah, sengaja menabrak orang sampai terenggut nyawanya. Aku tidak sengaja tetapi aku menyesal. Tetapi kau tahu, kecerobohan seseorang juga harus dihukum. Ya sudahlah, lupakan! Sisa banyak detik aku di sini. Segenggam waktu yang harus aku manfaatkan untuk berubah menjadi baik. Kau percaya itu? Seorang Igo akan berubah menjadi baik dan membanggakanmu. Percayalah!

Lily, mungkin dua hari lagi Dion akan kemari dan bisa membawa surat-suratku kepadamu. Untuknya telah kutitipkan pesan lewat ibuku agar membawakanku pena dan banyak kertas. Hehehe.. Kau tahu apa gunanya. Tetapi aku harap ia datang besok. Aku tidak sabar mendengar ceritanya tentang dirimu. Menumpuk pertanyaan mengandung rindu di dalam kepalaku. Ingin segara aku tumpahkan di depan Dion.

Suratku ini kutulis di malam hari, di saat semua telah terlelap. Lampu telah di matikan, di tengah gelap aku mencari terang. Kau tahu rasanya sulit menulis di ruang redup? Maka maaf bila di surat yang ini tulisanku semrawut. Bacalah meraba-raba! Hehehe..

Sayang, di saat-saat ini, mengisi hari-hariku dengan surat adalah indah. Sementara, mengisi suratku dengan bayangmu telah jadi keseharianku. Lesatan waktu yang tanpamu mudah membentur hebat. Aku bisa remuk karena tak kunjung menjumpaimu. Ini rasa tidak semalam, Li! Tetapi setiap malam! Aku menyelam di palung rasa yang dalam, merindumu di tempat kejam seperti ini. Namun keadaan apapun yang menimpa aku, meski jarum menusuk malamku berkali-kali, engkau satu tidak terganti, sampai aku menghadap mati. Bila waktu meronta-ronta dan bumi mulai berontak, semoga kita dalam dekapan dan takkan pernah terlepas. Itu gambaran doaku sebelum tidur, Li. Ya! Kusebut namamu di dalam doaku kepada Tuhan. Sesekali aku sampai bersujud, agar kita bisa bersama. Ini ujianku. Meski mata tidak tahu pasti di mana kamu, aku melihatmu oleh imanku. Di tempat tenang di hari nanti, di sana kita sedang berdua.

Lily, kupikir cukup suratku ini. Tetapi tidak cukup di hari ini saja, lho.. Esok, esok dan esok adalah juga. Bahkan bila tak ada esok, aku tetap akan menulis. Berlebihan? Wajarlah.. Alam yang liar di kepalaku semenjak muncul ide untuk menulis surat untukmu. :)

Jaga baik-baik dirimu!

Lelaki dalam penjara yang masih dalam hatimu,

Igo.


(dikirim oleh @zarryhendrik di http://zarryhendrik.tumblr.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar