Senin, 17 Januari 2011

Surat untuk Bocah SD

Hey kamu, apa kabar?

Ya, kamu yang selalu berjaket biru dengan tangan yang selalu berada di saku.

Apakah rambutmu masih berponi? Seperti dulu ketika kita pertama kali bertemu di awal masuk sekolah, tepatnya kelas satu SD ^_^. Kamu, yang sangat pendiam dan tak pernah menyapaku.

Sering kita saling pandang gak jelas dengan wajah tersipu-sipu malu dan cupu, tapi tetap kau tak pernah menyapaku. Bahkan ketika kamu meminjam penghapusku, bibir mu tetap kelu dengan ekspresi dingin (rasanya pengen jitak kepalamu). Kamu yang selalu memandangiku dari jauh ketika aku sedang maen lompat tali, memandangku dengan misterius namun tetap tak pernah menyapaku. Hadeuh, kalau saja waktu kembali akan aku cubit kamu. Aku seneng kamu pandangi hey ^_^.

Kelas satu berlalu, kelas dua terlewati sampai akhirnya kelas enam pun kita lalui dengan sorak sorai kelulusan, namun kamu tetap tak pernah menyapa dan mengatakan apa-apa, tak sedikit pun kata suka yang keluar darimu, padahal jelas-jelas kamu tuh suka sama aku *hohoho bukan kepedean (temen kita yang satu itu yang bilang) dan aku, aku pun tak mau menyakan hal itu, aku memilih diam. Inikah yang disebut cinta monyet, entahlah, sampai kita berpisah pun tak pernah ada kata yang keluar dari bibirmu, kamu tetaplah menjadi kamu yang pendiam dan misterius.

Hingga akhirnya waktu mempertemukan kita kembali setahun lalu, dengan keadaan jauh berbeda dibanding waktu kita SD. Kamu dengan dia di sisimu dan aku di sisinya. Kamu bermetamorfosis menjadi pemuda super cererewet dan super nyebelin.

Kata yang kunantikan dulu pun keluar dari bibir kelumu. Tak banyak kata yang terucap olehmu hanya beberapa kata: ‘Aku suka kamu, dan perasaan ini bukan perasaan baru, aku suka kamu dari SD’.

Mendengar kalimat tadi, rasanya ingin melumer saja *hammer.

Wow, tak pernah terbayangkan sebelumnya, aku pikir kita memang teman biasa.

Tapi ketahuilah wahai bocah SD, aku pun menyukaimu, suka kamu sedari kamu berjaket biru.

Aku menyukaimu ^_^. Tapi kenapa gak pernah bilang dari dulu?

Hujan deras terus menemani diri ketika menulis surat ini, dan riak hujan yang jatuh di halaman selintas membentuk wajah cupu kamu. Rupanya hujan ini sudah menjadi semacam lagu di kepalaku yang membawa kenangan kita, kenangan akan bocah SD berponi dan pendiam.



---Oleh: @


(diambil dari: www.desitahana.wordpress.com )

1 komentar: