Senin, 07 Februari 2011

#30HariMenulisSuratCinta (Hari Dua Puluh Lima: Untuk Hatiku yang Pilu)

Hatiku sayang,


Maafkan keteledoranku pagi tadi yang membuatmu tersungkur dengan pilu. Berawal dari rasa ingin tahu melihat video itu, aku tidak tahan membuka tautannya, dan akhirnya kamu harus merasa perihnya melihat manusia kehilangan kemanusiaannya. Tolong sampaikan maafku juga untuk kedua mata, Sayang. Mereka sempat tersedu ketika emosiku ikut membuncah. Tapi terlebih aku kuatirkan kamu, hatiku. Betapa kamu tidak kuat melihat ketertindasan, anarki, dan kebiadaban. Mendengar makian saja kamu terenyuh, apalagi harus menyaksikan ini yang beribu-ribu kali lipat lebih menghantam sukma. Kasihan kamu, hatiku, harus melihat bagaimana Tuhan yang sebetulnya tidak perlu dibela malah jadi alasan untuk menyiksa dan menghilangkan nyawa. Kemana nurani mereka, aku juga tidak tahu. Entah bagaimana mereka bisa tidak punya hati begitu. Di bawah pengaruh substansi tertentu? Telah dicuci otak? Terhimpit keadaan dan tidak punya pilihan lain? Atau sesungguhnya mereka memang betul-betul bukan manusia? Mari kita berdoa malam ini, hatiku. Bukan hanya untuk korban yang teraniaya, tetapi juga untuk mereka yang semena-mena. Mari berdoa untuk jiwa mereka semua, dan membiarkan Tuhan yang jadi hakimnya.


Hatiku sayang,


Semoga malam ini kamu sudah baik-baik saja setelah kuajak bertamasya dan berkarya. Aku tahu, dibalik permukaanmu yang rentan itu kamu menyimpan kekuatan dan ketangguhan. Masih tersimpan banyak kasih di dalammu yang akan kubagi-bagi untuk sesama makhluk hidup. Semoga benih yang kita tebar itu bisa membuat penghuni bumi yang lain ikut menyebarkan cinta dan ketulusan. Karena dunia ini sudah terlalu gelap akan kedengkian. Mari kita mulai dari diri sendiri, Sayang. Karena setidaknya itulah yang bisa kita lakukan.


Penuh harapan,


Aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar