Sabtu, 12 Februari 2011

Jangan Khawatir, Ayah..

Jakarta, 11 Februari 2011

Selamat pagi Ayah..

Hari ini hujan deras, jalanan depan rumah banjir, tidak terlalu lama sih, Cuma lumayan bikin deg-degan. Tadinya hari ini aku mau bolos kerja, karena aku yakin jalanan pasti sangat tidak bersahabat pagi ini, tapi karena teringat siang ini aku ada meeting dengan salah satu klien, akhirnya banjir dan hujan kuterjang juga. Jangan khawatir Ayah, aku sekarang sudah tidak seperti dulu, tidak mudah sakit hanya karena kehujanan. Bahkan kini aku menjadi pecinta hujan. Hujan itu romantis. Hujan itu jatuh cinta.

Ayah… bicara tentang hujan, bicara tentang jatuh cinta, aku punya kabar baik dan juga kabar buruk yang ingin sekali aku bagi ke Ayah.

Kabar baiknya, putri sulungmu, yang mungkin saat terakhir kali kamu peluk dikala sehat masih menyelimutimu masih seorang anak perempuan yang masih sok tau mengartikan kata romansa, pagi ini tersenyum malu ingin mengakui bahwa Ia sedang jatuh cinta. Ya Ayah.. aku rasa saat menulis surat ini putrimu sedang berbunga-bunga menikmati cerita romantis dengan seorang pemuda (pecinta) hujan. Jangan khawatir Ayah, aku rasa kali ini putrimu tidak salah menitipkan hati, dia pemuda yang baik yang dengan sabar bisa meredakan emosi putri sulungmu yang mudah sekali meledak-ledak. Dia pemuda pengagum senja yang bisa membuat putrimu lupa akan kata kesepian. Dia lelaki yang menurut putrimu pemilik potongan sayap yang selama ini Ia cari. Dia seorang Adam yang mengilai kopi kental seperti Ayah, penyulam aksara seperti yang dulu sering Ayah lakukan dikala muda, dan belakangan ini, dia pun jatuh cinta dengan lagu-lagu kesukaan Ayah yang dengan sengaja aku bagi dengar padanya. Ayah.. aku rasa, putri sulungmu jatuh cinta dengan Dia.

Dan..kabar buruknya, sepertinya putri sulungmu jatuh cinta dengan pemuda yang sama sekali tidak menyadari bahwa Dia dicintai (diam-diam). Ayah, andai kamu ada disini, mungkin aku akan meminta beribu saran tentang apa yang kali ini aku rasa. Aku binggung… apakah menurut Ayah aku harus jujur terhadap perasaanku pada Dia? Ini kabar buruk, aku jatuh cinta dan aku takut. Aku takut mengakuinya, aku takut menunjukannya, aku takut patah hati, Ayah.

Ayah, apa yang harus aku perbuat?

Ayah, apa benar yang aku rasa saat ini adalah cinta ?

Ayah, apa menurut mu Dia pantas aku cintai ?

Ayah, aku...takut.

Tidak, aku menulis surat ini bukan untuk membuatmu khawatir, Ayah. Aku hanya sekedar ingin berbagi kabar baik yang sekaligus menjadi kabar buruk padamu, seperti katamu saat masih disisiku, tidak akan ada rahasia diantara kita, ya kan ?

Ayah, tenang, jangan khawatir, aku pasti akan baik-baik saja. Aku akan mengabari Ayah secepatnya tentang romansa ini, aku janji saat mengirimkan surat selanjutnya, tidak akan ada kabar buruk (lagi), yang akan ku bagi hanya kabar baik, kabar baik bahwa aku dan Dia pemuda ‘Hujan, Senja, Malaikat, Kopi’ telah saling mencintai.

Ayah, disaat itu tiba, akan aku bawa Dia ke tempat peristirahatan terakhirmu, akan kuperkenalkan Dia, lelaki yang telah membuatku jatuh cinta. Didepan pusaramu akan ku yakinkan Ayah, bahwa aku tidak salah dalam memilih.

Ayah, yang tenang disana. Aku pasti akan baik-baik saja, aku yakin Dia akan jatuh cinta dengan caraku mencintainya. Aku yakin Dia adalah sosok yang paling tepat untuk melanjutkan peranmu menjagaku. Dan aku pun percaya, disana, di surga, Ayah akan mendoakan ku, mendoakan ku agar kabar buruk yang kutuliskan disurat ini berubah menjadi kabar baik.

Ayah..jangan khawatir, tersenyumlah..akhirnya putri sulungmu merasakan jatuh cinta. Bagaimana kisah selanjutnya, aku akan menikmati cerita yang Tuhan tulis atas nama takdir tanpa penyesalan.


Ayah, aku jatuh cinta !

dan aku yakin, kali ini penantianku ditengah hujan tidak akan sia-sia.


E


---Oleh:


(diambil dari: www.sisayappatah.tumblr.com )

1 komentar: