Dear kamu,
Aku tak perlu bertanya kabarmu. Toh aku melihatmu setiap saat. Melihatmu pagi hari. Jogging depan kompleks rumah, atau melihatmu malam sepulang kantor. Aku memperhatikanmu diam-diam dari balik jendela kamarku. Buatku, dari sini kamu terlihat jelas. Kamu yang tegap. Kamu yang gagah. Ah, setahun sudah aku melihatmu diam-diam dari jendela kamarku.
Terlalu malu itu masalahnya. Aku terlalu malu untuk sekedar berbicara denganmu. Jujur kamu terlalu. Terlalu memesona. Hingga rasa malu menguasaiku. Membuatku tak mampu walau sekedar menyapamu.
Terlalu malu itu masalahnya. Aku terlalu malu untuk sekedar berbicara denganmu. Jujur kamu terlalu. Terlalu memesona. Hingga rasa malu menguasaiku. Membuatku tak mampu walau sekedar menyapamu.
Tapi kali ini kuputuskan bicara padamu lewat surat. Aku menitipkan ini pada Mbak Sri, salah satu penghuni rumahmu.
Oh ya kenalan dulu, aku tetangga depan rumahmu. Perempuan kecil, yang selalu mengurung diri dalam kamar. Aku tidak sakit atau apa, pekerjaanku menulis. "Kencan" dengan laptop tiap hari. Dan boleh aku jujur, memandangmu dari balik jendela ini selalu membuatku senang. Setelahnya ide di kepalaku mengalir deras. Padahal namamu saja aku tak tahu.
Kemarin aku akhirnya tahu namamu Arga. Kamu kerja di salah satu kantor pengacara. Pantasan setiap ke kantor kamu selalu rapi, jas tak pernah lupa kau kenakan.
Ah sudahlah, lewat surat ini, aku mau mengenalmu. Jadi temanmu kalau bisa.
Akhirnya, aku pergi ya...sampai lupa "Selamat Pagi" ya..
Akhirnya, aku pergi ya...sampai lupa "Selamat Pagi" ya..
Tak perlu membalas suratnya. Jika kau mau berteman denganku...sebelum berangkat kerja nanti, lihatlah ke depan rumah. Dari lantai dua kamarku, aku memandangmu. Jika iya, cukup lambaikan tanganmu, dan aku akan tahu kau menerimaku jadi temanmu.
Dariku.
Tetangga depan rumah
---Oleh: ama_achmad
(diambil dari: amaachmad.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar