Sabtu, 05 Februari 2011

Hujan Malam Ini

Teruntuk tetesan yang kian menderas..

Apa kau sedang bersedih? Sampai kau tumpahkan segala curahan. Sampai tak kau beri jeda untuk diam menjamah, setidaknya biar tak bergemerisik meski sejenak. Aku kedinginan, kau ini terlalu egois untuk tak mengerti aku. Memang aku mencintaimu, mencintai derasmu. Namun tak selama ini juga kau terus basahi aku. Aku juga bisa menggigil, kau pikir aku batu yang tak kenal dingin? Bahkan batu saja bisa hancur bila terus -terusan kau tetesi.

Semakin lama aku diamkan, kau semakin bengal. Tak peduli sekitaran. Ini sudah hampir larut, dingin sudah kau bawa bersama kabut. Tak selesai juga rintikanmu? Tak lelah juga kau beri dingin pada semesta. Apa kau ingin membekukan aku dengan tiap tetes airmu? Asal kau tau, aku sudah beku. Terlebih hatiku, tak taukah kau akan hal itu? Bukan karenamu jika demikian ini terjadi. Dulu pernah ada yang berhasil membekukannya, belum cair sampai sekarang. Malah kini kau semakin mengeratkan bekunya. Aku diam.

Hujan, kenapa harus malam hari kau tumpahkan? Deraslah bila aku sedang membutuhkan. Tapi bukan sekarang, aku lelah menuntun kenangan yang berjalan terseok diseret kerinduan. Sudah seharian hadirmu menyibukkan aku dengan untaian pilu yang terlalu rumit untuk kujabarkan. Sejauh ini aku belum mampu merenggangkan kenangan masa lalu dengan keyakinan pelepasan. Aku lelah.

Bila memang kau hanya ingin mengajariku tentang keikhlasan, baiklah akan aku lanjutkan. Akan aku terima hadirmu dalam kederasan. Biar sakit sekalian, tak peduli. Tapi aku mohon sekali ini saja. Cukup. Lain kali, aku mau kau datang saat benar-benar aku butuhkan. Karena kau tau? Kau adalah ciptaan semesta pembawa ketenangan, dengan catatan bila waktumu memang tepat untuk perasaan.

Sekarang, aku akan menikmatimu. Diam dalam hening kenangan. Tertunduk atas perasaan. Kau menang.

salam, aku yang kali ini tak mengharapkanmu.


---Oleh:


(diambil dari: www.dzdiazz.blogdetik.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar