Kamis, 03 Februari 2011

Payung Hati

Bukan karena es lemon tea yang membuatku sakit, bukan juga karena es krim yang ditraktir teman, bukan juga karena cuaca di sini yang tidak baik-baik saja. “Apakah kamu menginginkan sesuatu darinya?” tanya hatiku. Entahlah, yang pasti menurutku, menurut hatiku, aku tak menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar payung hati. Jika sakit fisik ini membuat mataku menangis, itu lumrah. Tapi kalau hatiku? Aku sendiripun tak mampu menjawabnya.

Menjelang Maghrib ini aku tidak galau, tidak juga sensitif karena lagi sakit, tapi mungkin pertanda.

“Jarak itu seperti buah perdu, dia tidak mudah ditemui, tetapi dapat membantu bekal sebagian orang yang sedang mendaki gunung”, ujarmu malam itu. “Lalu apa maknanya, dear? Aku bertanya, karena kau terlalu sering memakai kata-kata yang asing di telingaku. Dengan sabar kau menjelaskan bahwa; jarak, yang hanya dimiliki dan lulus bagi sebagian kecil orang -karena banyak yang gagal mengatasnamakan jarak- akan terasa sangat manis jika kita mampu melaluinya, dan bahagiapun menjanjikan lebih untuk kita, pungkasmu dan kaupun seketika terlelap di mana sebelumnya kau telah pamit untuk tidur. Dan aku tak langsung menutup telepon, tapi sejenak mendengarkan dengkurmu.



---Oleh:



( diambil dari: www.adekbakri.wordpress.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar