Minggu, 30 Januari 2011

Untuk Rabu, 20 Agustus 2008.

Aku cinta kamu, Rabu yang tidak kelabu. Senja itu pertama kali aku dan dia bertemu. Muka bertatap muka. Aura berjumpa aura. Masing-masih mengucap dalam batin, “Oh, ini dia wujud aslinya”. Setelah setahun bercakap lewat kata-kata yang terketik saja. Belum ada rasa hari itu, tentu saja. Toh aku pun masih ada yang punya.


Betapa ironisnya, Rabu, di tanggal yang dulu terencana sebagai tanggal cantik aku disunting lelaki lain, Sang Esa mempertemukanku dengan dia yang sekarang terbaik untukku. Aku ingat kamu, Rabu. Hari itu aku melihat senyumnya pertama kali. Melihat bibirnya menciptakan suara saat bercerita, dalam perjalanan menemuiku hari itu topi kesayangannya terjatuh dan hilang. Dan aku menandai kamu sebagai hari pertama aku bimbang.


Hari-hari setelah kamu, Rabu, saat aku jauh dari Tanah Air dimulailah proses lahir dan batin menuju keputusan besar dalam hidupku. Pengalaman dan pelajaran baru yang penuh berkat dari-Nya membuka sekat-sekat baru dalam pikiran, menuntunku pada sebuah babak baru. Dan akhirnya aku mengerti, saat kamu datang itu aku memang dipertemukan dengannya untuk mencegahku kembali jatuh ke lubang yang sama lagi, untuk yang ke-sekian kali. Kembali aku amini, tidak ada yang kebetulan. Semua terjadi karena ada alasan.


Sudah lebih dari dua tahun sejak kamu, Rabu. Aku bersyukur sampai sekarang tanggal yang sama masih kurayakan bersama dia. Semoga perjalanan kami bersama akan berlangsung lama. Terus, terus, terus tanpa putus.


Terima kasih, Rabu 20 Agustus 2008. Kamu hari pertama kami bertemu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar