Rabu, 19 Januari 2011

Dua Manusia Tidak Lebih

Selamat malam, Bebo…


Maaf sedikit mengambil waktu bekerjamu dan duduk terpekur di depan monitor tanpa bisa menuliskan satu katapun sejak tadi. Kau pun akhirnya sudah lelah menunggu dan tertidur. Beristirahat sajalah dulu… Aku tau nanti agak malam sedikit kau akan bangun dan melanjutkan pekerjaanmu hingga lewat subuh. Kau begitu bersemangat. Semoga benar kau manfaatkan dengan baik waktu terjagamu yang tidak wajar, dan bukan menghabiskannya dengan entah apa yang tidak bermanfaat bagimu.


Adapun kenapa aku sedikit resah malam ini, tidak lain karena sebuah kabar dari seorang adik perempuan yang bilang di bulan depan rumah orang tuaku mungkin akan dilelang karena ketidakbertanggungjawaban pihak yang seharusnya berkewajiban buat bayar. Mau tak mau aku ikut pusing memikirkannya, bukan? Apalagi dalam keadaan diri yang belum sama sekali bisa membantu dalam masalah biaya… Aku bisa apa?


Maka maafkan kalau malam ini aku sedikit gundah dan uring-uringan. Sungguh sangat ingin menemukan pemecahan si masalah. Tapi aku tidak akan memintamu buat ikut pusing. Tidak. Ini bukan masalah yang harus jadi prioritasmu saat ini. Sama sekali. Bahkan kau pun harus memikirkan akan pindah kemana kita setelah satu tahun di rumah yang tidak berlingkungan ramah ini.


Lagipula, pengalaman mengajarkanku buat tidak terlalu mencampuri urusan keluarga pasangan terlalu dalam. Sama sekali tidak. Akhirnya hanya bikin masalah baru. Apalagi kalau terlanjur ada di dalam lingkaran keluarga besar yang “kebesaran” dengan berbagai macam kepala dan isinya. TIDAK. Sama sekali aku tidak mau.


Sebut aku egois. Sebut aku apatis. Tapi aku memang tidak akan pernah terlalu mau tahu apalagi mencampuri urusan keluargamu. Apalagi bila kita sendiri masih terlalu banyak masalah buat dipecahkan. Demikian pula aku sama sekali tidak akan menarikmu buat ikut pusing dan hanyut dalam permasalahan yang ada. Memang, jikalau keluarga inti lain halnya. Musti lebih terbuka. Paling tidak aku akan selalu ada di dalamnya. Tapi saat keadaan kau bahkan masih belum terlalu diterima di dalamnya, aku tidak sama sekali memaksa kau buat ikut pusing. Karena mungkin bila dibalik aku sendiri tidak mau. Bukan tidak peduli. Hanya tidak mau. Bila tidak perlu. Bila tidak mampu.


Menikah memang tentang dua keluarga. Bahkan katanya dua keluarga sampai sebesar-besarnya. Kalau memang bisa, kalau memang mudah dan tidak bermasalah, kenapa tidak? Tapi tidak perlu dipaksakan. Tidak perlu jadi keharusan. Hey, menikah bukannya judulnya “menempuh hidup baru”? Lalu bila yang besar terlalu menyesakkan, salahkah jika ingin mencari yang lebih kecil dan nyaman di sebuah sudut yang tidak terusik apalagi mengusik?


Maka mungkin aku akan ikut terbebani. Maka aku mungkin akan ikut repot dan mencari jalan keluarnya. Kau? Cukup ada disisiku buat mengerti dan pahami. Peluk aku bila rasanya kegundahan dan kebingungan sudah tidak bisa terpecahkan. Beri solusi bila memang kau punya. Sudah. Bila memang cuma sampai disitu bisanya, hey, tidak apa-apa.


Menikah itu dua manusia.


Sisanya, kadang hanya berada di luar saja.


(dikirim oleh @nonatazya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar