Jumat, 14 Januari 2011

Surat Dari Mentari

Mungkin kamu tidak tahu bahwa telah lama aku memperhatikanmu. Mungkin kamu juga tidak tahu bahwa aku bisa. Aku tahu kamu menyambut pagi dengan alunan musik yang membuat bibirmu menari kecil sehingga muncul senyummu yang cerah itu. Bahkan lebih cerah dan menghangatkan daripada aku. Lalu kamu akan memakan setangkup roti dan susu hangat sambil duduk menghadap jendela itu. Aku jauh diatasmu menikmati dirimu yang terbingkai jendela kamarmu sambil menikmati hidangan sederhana itu, dan aku boleh mengirimkan sinar lembutku jatuh di setiap permukaan wajahmu, menunjukan setiap sela rupamu yang tanpa cela. Sungguh anugrah bagiku dapat menjamah kulitmu. Kamu pun memejamkan mata untuk meresapi kehangatan yang aku berikan. Seperti pertama kali aku melihatmu, mataku selalu berkeliling menyinari milyaran makhluk di bumi ini, hingga akhirnya aku melihatmu. suatu pertemuan sederhana denganmu tapi menampilkan keagungan yang murni. Kesederhanaan itu bagiku adalah pertunjukan spektakuler tanpa cela. Oh andai kamu tahu aku ingin sekali mengecup keningmu saat itu juga, tapi aku takut kamu akan terbakar terkena panas tubuhku. Kamu tahu aku ini tercipta untuk seluruh makhluk di alam semesta. Seandainya aku hanya tercipta untukmu, maka akan aku redupkan cahayaku, aku redam panasku yang membara, dan aku cukupkan hangatnya agar bisa memelukmu. Dan kamu akan memejamkan matamu seperti itu untuk menikmati hangatnya sinarku sekaligus sentuhanku. Tapi aku disini, berjarak ratusan juta kilometer darimu meratap sedih ketika malam harus menggantikanku. Dan kamu pun berada di tempat yang tidak bisa aku jangkau, 12 jam yang sungguh menyiksa tanpa mu. Tapi aku tahu aku akan melihatmu lagi di pagi hari, saat aku bisa keluar dengan perlahan, disaat aku akan menyinari seluruh ruang di bumi dan sinarku akan mencari celah terkecil untuk masuk kedalam kamarmu, memandangi wajah indahmu saat kamu tertidur, lalu akan aku belai wajahmu dengan lembut, matamu akan membuka sedikit untuk menyambut pagi, yaitu disaat kita berjumpa dengan hangat. Apakah kamu tahu setiap detik pertama itu yang membuatku ingin terbit? Kamu lah alasan mengapa aku ingin muncul. Aku menjadi alasan seluruh orang di dunia untuk bangun dan bergegas menjalani hidup mereka. Tapi kamu yang menjadi alasanku untuk memulai hidupku.

Pagi ini aku melihatmu masih tertidur di kamarmu. Masih terlihat kelelahan di wajahmu. Di atas meja tergeletak cangkir bekas kopi. maka terjadilah hal yang sangat aku takutkan, inilah mengapa 12 jam sangat menyiksaku setelah kamu berada di sisi lain bumi yang tidak bisa aku jangkau. Aku memang berjaya akan ketunggalanku di siang hari. Tapi ketika kamu memasuki malam, sungguh aku tidak berdaya. Sudah lama kamu seperti ini, menjalani pagi dengan kantung gelap di bawah matamu, apakah kamu mulai terpesona oleh rembulan sehingga matamu tetap terjaga semalaman? Lucu memang, aku yang sudah terbakar ini harus tambah terbakar karena kecemburuan.

Aku masih menanti dimana kamu duduk menikmati kehangatanku yang tulus di jendela itu, Aku rindu pertemuan kita yang sederhana, gadisku… Dapatkah kamu melihat warna kesedihanku dikala senja tiba? Disaat aku tidak berdaya harus melepasmu bersama malam. Akulah sang matahari. Tapi mataku tertuju hanya padamu seorang.



(diambil dari: http://agigratia.tumblr.com/ )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar