Sabtu, 15 Januari 2011

Surat Tiga Untukmu Yang Tak Pernah Merasa Bangga

Bapak,

Selamat hari Minggu. Di rumah ini ada 4 manusia yang tidak ke gereja. Aku, kau, Ibumu, dan perawat Ibumu. Tidak heran mengapa kau tidak gereja. Setiap hari Minggu kau tidak pernah pergi (lagi) ke gereja. Tidak pernah lagi.

Bapak,

Pagi ini kau menohok hatiku lagi. Kau temukan aku berada di kamar dengan laptop putih seperti ini, dan aku tertawa sendiri. Kau katakan pada mereka bahwa aku ini gila, kau katakan bahwa aku ini anti-sosial dan hanya ingin sendiri.

Mungkin aku memang gila Bapak, mungkin aku memang lebih memilih untuk sendiri. Tapi bisakah kau sedikit lebih menyadari. Mengapa aku lebih memilih mengurung diri dikamar, seorang diri, tertawa sendiri, sedangkan kau sedang berada di balik dinding kamarku ini ?

Bapak,

Aku rasa kau masih belum menyadari bagaimana rasanya. Bagaimana rasanya menjadi seorang gadis remaja yang masih tersesat arah. Bagaimana rasanya memiliki Ayah yang bukannya menuntun langkahmu, malah meninggalkanmu berjalan sendiri diiringi makian benci. Menurutmu, bagaimana rasanya ?

Bolehkah aku bertanya ? Kenapa semuanya terasa tidak pernah cukup bagimmu ? Kenapa kau membuatku merasa bahwa semua lakuku salah ? Kenapa kau harus selalu mengeluarkan cibiran benci untuk semua tindakanku ?

Bapak,

Aku akui aku sering mengatakan kepada banyak orang betapa aku membencimu. Betapa aku tidak menyesali mengapa Tuhan menempatkan peranmu sebagai Ayahku.

Namun, kau harus tahu.

Aku mencintaimu.

Sebanyak apapun cemooh dibelakangmu yang aku utarkan pada mereka. Tahukah kau betapa sebenarnya hatiku merasa biru. Bapak harus tahu aku tak pernah ingin bilang begitu, tapi kenyataan ini tidak pernah bisa ditepis.

Kau membuatku membencimu. Kau menciptakan gesture pahit tentang diriku. Kau menuliskan pikiran di kepalaku, menuliskan pikiran sederhana bahwa ‘Kau bisa saja membenciku.’

Bapak,

Aku ini anak durhaka ya ? Aku ini tidak pernah menyadari bagaimana sebenarnya semua makian kecilmu padaku hanya untuk mengingatkanku bahwa aku harus berjuang bertahan untuk nanti ketika kau tidak lagi ada.

Aku ingin membuatmu merasa bangga. Semua anak ingin membuat Ayah mereka bangga.

Tapi kali ini izinkan lagi aku bertanya.

Kenapa tidak pernah bagiku ada rasa bangga dari dirimu. Untuk semua anak yang beranjak dewasa. Kenapa kau tidak pernah memeluk Kakak dan mengatakan betapa kau bangga untuk anak pertamamu. Kenapa kau tidak pernah menepuk hangat bahu Abang dan mengatakan betapa kau bangga untuk anak lelakimu satu-satunya. Kenapa kau tidak pernah mengecup keningku dan mengatakan betapa kau bangga akan gadis kecilmu.

Bapak,

Aku mencintaimu. Aku tidak pandai menyulam senyum-senyum kecil di hatimu. Aku tidak pandai.

Aku hanya ingin membuatmu tersenyum lebar karna apa adanya diriku.

Dengan penuh cinta dan banyak tetesan air mata,

Your ex-lovely-little-daughter,

Carolyn Sinaga

---


(diambil dari: http://carolyngdsinaga.tumblr.com/ )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar