Sabtu, 22 Januari 2011

Kepada Yth. Bapak Oemar Bakrie

Assalamu alaikum.
Semoga kesehatan, kebaikan, keberkahan milik Bapak seutuhnya.

Masih ingat saya?. Ah mana mungkin Bapak lupa. Ananda Hutama si tengil pindahan dari Jakarta. Eh lebih tepatnya di pindahkan ke desa Bapak, karena yah bandel. Tapi Bapak ingat saya pasti bukan karena itu. Bapak ingat saya karena saya cerdas matematika, ini Bapak yang ngomong lho. Semua tugas dan soal-soal Bapak saya kerjakan dengan senang hati. Seperti ada Phytagoras dan kawan-kawan dalam kepala saya yang membantu saya mengerjakan semua.

Saya jatuh cinta pada Bapak sejak masuk sekolah di hari pertama. Bapak jangan takut dulu, bukannya apa yah, nanti saya dikira aneh lagi. Bukan cinta dalam arti itu Pak, cinta ini lebih pada kekaguman pada Bapak.

Sejak saya masuk sekolah ini, saya langsung betah. Entah, mungkin karena keramahan dan ketulusan yang jujur. Bukan palsu seperti di Jakarta.

Yang paling utama yah karena Bapak. Bapak dengan sepeda tua yang mengantar Bapak kemana-mana. Sepeda tua antik. Bapak dengan raut wajah teduh dan menenangkan, yang membuat saya betah berlama-lama memandang Bapak. Bonusnya Bapak mengajar matematika. Pelajaran favorit saya. Satu lagi, hari pertama pulang sekolah saya di bonceng Bapak.

Dan Bapak berhasil mencerahkan saya. Bahwa materi tak kekal. Bahwa dalam kesederhanaan hidup Bapak, ada ketenangan dan kebahagian yang melingkupi hidup Bapak. Bahwa sekecil apapun materi, asal kita ikhlas, hidup akan menjadi mudah. Contohnya saat guru lain sibuk dengan kredit motor, Bapak diam-diam aja. Tetap mengayuh sepeda tua ke sekolah. Tak pernah tergoda sedikitpun. Saat guru lain meributkan gaji tak cukup, tak punya televisi, tak punya rumah layak, Bapak tenang saja. Bapak tetap Guru Oemar Bakrie yang saya kenal.

Dari Bapak juga saya belajar, apa yang jadi hak kita silahkan ambil. Dengan ketentuan lakukan dulu kewajiban. Kalau saja semua Pegawai Negeri Sipil, orang pemerintahan, guru-guru masih seperti Bapak, mungkin Indonesia buka negara dengan label "terkorup" urutan ke empat dunia.
Hingga saya lulus, saya lupa bilang Terima Kasih pada Bapak. Atas semua nasehat dan kesabaran Bapak menghadapi saya yang tengil.

Oh yah, bulan depan saya wisuda. Bersama surat ini saya mengirim tiket untuk ke Bandung lalu ke Jakarta. Tolonglah Bapak hadir. Orang Tua saya terlalu sibuk untuk datang. Lagipula mereka tak setuju dengan jurusan yang saya ambil. Tapi itulah saya. Pencerahan dari Bapak membuat saya kuliah di jurusan ini. Sekedar Bapak tahu, saya kuliah di jurusan Matematika, dengan harapan bisa seperti Bapak kelak.
Baiklah Pak, saya pamit.


Wassalam.
Ananda Hutama

NB : Bapak sekali lagi datanglah ke wisuda saya....


---Oleh:

(diambil dari: www.amaachmad.blogspot.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar