Kamis, 27 Januari 2011

Untuk Mbah


Mbah,
Maaf ya cucumu ini tidak bisa ber bahasa jawa dan menulis surat dalam bahasa indonesia, semoga ada malaikat yang mau menolong menterjemahkan surat ini kepada mbah atau mungkin mbah disurga sudah bisa berbahasa Indonesia dan bahasa-bahasa lainnya?
Sudah hampir 3 tahun lamanya mbah pergi meninggalkan kita semua, anak-anak dan cucu serta cicit mbah, pasti mbah sudah bertemu lagi dengan suami tercinta mbah disana? Titip salam ya mbah dengan mbah laki suami mbah? Sayang sekali aku tidak sempat mengenalnya karena beliau pergi jauh sebelum aku lahir, pasti suami mbah, pria yang baik hati dan suami yang bertanggung jawab, ah mbahku ini wanita yang setia ya? Tak mau menikah lagi dan mengurus 7 anak sendirian setelah ditinggalkan suami tercinta, mbahku wanita perkasa!Dan aku cucumu ingin seperti mbah.

Aku minta maaf tidak bisa bersama mbah ketika mbah menghembuskan nafas terakhir, seandainya waktu itu aku sudah bekerja dan mempunyai uang untuk membeli tiket pesawat, aku pasti datang menemui mbah untuk terakhir kalinya.

Mbah, aku dulu sering sekali mendengarkan dongeng mbah, walaupun aku tak mengerti bahasa jawa dan ketika mbah bercerita tentang jaman belanda dan jaman jepun, dimana waktu itu mbah bersusah payah, mencoba menyelamatkan diri, ya ! terkadang aku menangkap cerita mbah namun aku tak peduli apakah aku mengerti atau tak mengerti apa yang mbah ceritakan, aku hanya ingin menemani mbah yang kesepian, ketika anak-anak mbah jarang sekali berkunjung, ketika anak perempuan mbah yang tinggal dengan mbah tak pernah lagi mengajak mbah berbicara dan hanya bisa mengeluh dan marah-marah karena harus mengurus mbah yang mulai sakit-sakitan.

Sebagian cucu-cucu mbahpun ada yang tak peduli dan hanya datang apabila diberi uang jajan, sebagian lagi dengan tulus memberikan waktu dan tenaga untuk mbah, mendengarkan mbah bercerita dan membuatkan mbah teh manis juga menyuguhkan singkong goreng kesukaan mbah. Aku ingat ketika mbah tertatih-tatih mencoba berjalan keluar rumah karena tak mau di dalam rumah sendirian, mbah memanggil namaku untuk duduk di depan teras dan bercakap-cakap denganku juga cucu kesayang mbah adalah abangku, yang selalu siap mengangkat mbah untuk mandi dan ke dokter. Terkadang aku kesal terhadap beberapa anak-anak mbah yang hanya datang menginginkan warisan, namun itu bukan urusanku dan aku hanya cucu mbah dan bukan tempatku untuk memarahi mereka walaupun ada beberapa anak-anak mbah lainnya yang baik dan mencoba menasehati namun dipastikan ujung-ujungnya mereka beradu pendapat dan saling memusuhi, memang moral manusia sekarang banyak yang bermoral binatang, terkadang binatang lebih bermoral daripada mereka.

Ah Mbah sekarang sudah tak perlu memikirkan itu semua ya ? mbah sudah bahagia di surga bersama suami terkasih mbah, tak merasa sakit dan renta lagi, tak perlu memikirkan anak-anak mbah yang sampai sekarang masih memperebutkan warisan mbah. Aku rindu cerita-cerita mbah, rindu minum teh manis dan makan singkong goreng bersama mbah di bangku depan teras rumah, aku rindu ketika keluargaku setiap kali mengadakan liburan keluar kota dan selalu mengajak mbah, Terima kasih ya mbahku sayang, cucumu ini bangga mempunya nenek seperti mbah.

Sebelum aku tutup surat ini, titip salam rindu untuk papa ya ? semoga suatu saat aku bisa bertemu lagi dengan mbah dan papa dan saling bertukar cerita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar