Minggu, 23 Januari 2011

#30HariMenulisSuratCinta (Hari Sepuluh: Untuk Buku Tulisku)

Selamat malam, Hitam.


Aku membiarkan jemariku menari-nari sendiri di papan ketik sampil menatapmu dengan penuh renjana. Sesekali mereka berselingkuh menyusuri lembaran-lembaran pagina. Tapi percayalah, aksara yang mereka tekan menjadi barisan puitis ini tulus memaknai surat cinta.


Masa tugasmu menyimpan goresan tintaku sudah hampir sampai di ujung jalan. Tinggal tersisa beberapa carik kertas lagi yang belum kumal menyimpan coretan. Ingatkah, beberapa kali kamu terselamatkan dari tumpahan minuman atau curahan air hujan? Basah sedikit, lekas kukeringkan kemudian. Aku tak akan rela kalau sampai harus kehilangan kamu yang selalu terselip di antara ini-itu yang berantakan dalam tas cokelatku. Kamu terlalu berharga untuk terpisah dari aku.


Menyadari bahwa kebersamaan kita memang terencana hanya untuk sementara membuatku takut. Berlebihan menurutmu? Tidak untukku! Semua tulisan dan gambar yang memenuhi putih mulusmu itu hasil putaran otakku yang kurekam diam-diam supaya tidak hilang. Yang dari sana nantinya akan menjadi olahan buah pikiran dan diterjemahkan dalam bentuk karya yang menantang. Kamu mengerti? Jadi hargamu takkan terbeli.


Sebentar lagi, saat paginamu habis terjamah, kamu akan masuk laci. Lalu akan ada lagi buku tulis baru yang bersamakku selalu ikut kesana-kemari. Sebelum waktu itu datang, inilah karyaku untukmu sebagai penghargaan atas pengabdian: surat cinta yang ditulis dengan penuh kerendahan hati – bahwa tanpa kamu ideku bisa mati. Dan, ya, malam nanti kamu tidur bersamaku lagi.


Sampai nanti, Hitam.


(dikirim oleh @miyaa di http://literaturdiatasranjang.blogspot.com/2011/01/30harimenulissuratcinta-hari-sepuluh.html?zx=9ded9165dbd542d0)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar