Rabu, 19 Januari 2011

Cuma anak PNS (miskin)

Jakarta, 19 Januari 2011


Kepada Reza, pemilik lesung pipi disebelah kanan.


Hay Mas, apa kabar?

Aku dengar sekarang kamu tinggal di Malang? Kamu kan ga kuat dingin, kenapa pilih tinggal di sana? Pilihan mama lagi, ya? :)

Maaf, aku baru memberi kabar sekarang. Jangan tanya, seberapa rindu sebulan ini aku sama sekali tidak dapat bertatap dan mendengar suara kamu sedikitpun.

Aku pun tidak akan bertanya, apakah kamu merindukan hadir ku. 29 surat yang sampai saat ini masih tertutup rapi, yang kamu tinggalkan di kotak pos ku apapun itu isinya, sudah menjawabnya.

Aku pun minta maaf, telah lancang meninggalkan rumah kamu begitu saja, malam itu. Maaf, aku tidak menghiraukan kamu yang mengejar taxi ku ditengah hujan. Maaf, aku malah terus melaju didalam taxi meskipun jelas-jelas aku melihat kamu terjatuh digenangan pilu yang turunkan langit saat itu.

Mas.. Mungkin Beliau benar, kita bukan sepasang. Aku suka hujan, kamu selalu sakit jika tetesan air langit tersebut jatuh disekujur tubuh mu. Aku suka makan telur goreng pakai saos, kamu lebih suka pakai kecap. Sepele, tapi jelas kita beda.

Mas.. Aku belum cerita apa-apa tentang apa yang terjadi malam itu di rumah kamu ke Ibu dan Ayah, dan sepertinya memang mereka tidak perlu tau. Aku harap kamu menghargai, keputusan ku untuk menyembunyikan cerita tersebut dari mereka. Bukan karena apa, aku hanya tidak ingin mereka merasa bersalah dan bersedih. Kamu pasti paham maksudku.

Jadi, aku harap.. Kamu jangan lagi mencari aku ke rumah, tidak perlu lagi berkali-kali menelpon ku ke rumah, tidak lagi mengirimkan surat setiap hari ke rumah. Biar.. biar aku saja yang menjelaskan kepada Ayah dan Ibu, bagaimana nasib cerita kita. Biar aku yang menanggung dosa karena harus berbohong kepada orang tua kandung ku sendiri.

Reza, kekasih ku.. Kamu percaya Jodoh itu sudah diatur Tuhan? Aku percaya Mas. Sangat percaya.

Kamu juga percaya kan, kalau restu Ibu itu penting dalam kisah cinta anaknya? Aku percaya.. Sangat amat percaya.

Maka dari itu, aku sekarang mundur. Menuruti permintaan Beliau. Karena aku berfikir, ga akan ada gunanya hubungan ini terus dilanjutkan jika restu dari orang yang melahirkan kamu saja, tidak berhasil aku dapatkan. :)

Aku percaya, tidak ada yang tidak sengaja di dunia ini. Aku percaya, Tuhan pasti punya alasan manis telah mempertemukan kita.

Tapi satu Mas, aku tidak bisa meminta maaf atas emosi yang meluap diraut wajah beliau pada malam itu. Bukan karena aku tidak menghormatinya, bukan juga karena aku tidak menghargai kamu.

Saat menulis surat ini, aku sudah jauh lebih tenang.. Sudah tidak marah, sedih, kecewa seperti malam itu, saat aku dengar pernyataan Beliau, yang benar-benar terdengar seperti petir besar dilangit-langit hatiku.

Aku tidak mungkin meminta maaf atas takdir Tuhan yang menitipkan aku di keluarga miskin yang-memang-jauh berbeda dengan keluarga mu.

Tidak mungkin, aku meminta maaf hanya karena aku dilahirkan dari rahim istri seorang PNS (miskin?). Jauh dari harapan Beliau atas calon menantu.

Jika memang drajat dan harta yang menjadi syarat utama untuk mendapatkan restu Beliau, aku mundur. Aku kalah telak. Bukan karena aku malu atau minder atas apa yang aku dan keluarga ku miliki. Hanya saja, aku merasa, jika cerita ini dipaksakan, hanya akan membuat kamu menjadi anak durhaka, bukan?

Jangan Mas, jangan bantah amanah Beliau. Kita sudah sama-sama mendengarnya, Beliau tidak sudi memiliki calon mantu yang tidak sederajat dengannya. Kamu anak yang baik, jangan sampai, hanya karena perempuan anak PNS ini, kamu berubah jadi pembangkang.

Biarlah Mas..biarkan kali ini cinta mengalah. Cinta ku tepatnya.

Maaf, sekali lagi maafkan aku, panggil aku pengecut. Menyerah dengan mudah, seperti ini. Aku menyerah jika harus melawan orang yang melahirkan mu. Bukan karena cinta ku tak begitu besar untuk mu. Ini semua karena cinta ku yang begitu besar untuk kedua orang tua ku. Aku tidak sanggup, jika harus mendengar (lagi) kalimat malam itu, 'hanya seorang anak PNS miskin' dari mulut orang yang paling kamu sayangi.

Maaf, aku menyerah.

Ini surat terakhirku. Aku mau biarkan Tuhan dan semesta mengatur cerita kita. Aku percaya, pasti ada rencana indah dari pertemuan dan perpisahan ini.

Aku percaya, jika kamu memang Adam yang tulang rusuknya Tuhan pakai untuk menciptakan aku, kita pasti akan bersatu, cepat atau lambat. Pasti. Tapi rasanya tidak mungkin untuk saat ini.

Mas Reza, aku dan kamu akan baik-baik saja. Aku dan kamu pasti akan punya cerita yang jauh lebih bahagia. Janji ya, kamu harus selalu bahagia. Harus. Aku suka lihat lesung pipi mu yang hanya berada disebelah kanan, seolah melengkapi lesung pipi ku yang hanya ada disebelah kiri. Terus tersenyum Mas, pasti akan ada banyak wanita yang jatuh cinta melihat lesung pipi mu.

Baiklah...surat ku sudah terlalu panjang. Aku sudahi surat ini. Sekali lagi maaf..aku hanya berani mengirimkan mu secarik kertas melalui pak pos, tidak berani mengutarakanya langsung. Maaf.

Dan terima kasih, atas semua tawa, pelukan, cinta, cerita, mimpi dan semua hal indah yang selama ini kamu berikan. Terima kasih.

Sampai jumpa (entah kapan),

Pengagum Lesung Pipi Sebelah Kanan mu.


---Oleh:


(diambil dari: www.sisayappatah.tumblr.com )

4 komentar:

  1. Peyuuuukkkkk kak Eka :') :') :')

    BalasHapus
  2. so sad :'), sedih klo denger ada orang yg di pandang hanya karena harta.
    kan kita juga bisa kaya dengan hasil kerja sendiri bukan cuma dari harta warisan.

    BalasHapus
  3. Hay.. It's all good; No drama.
    jangan pada nangis *pede* :p

    BalasHapus