Jumat, 21 Januari 2011

Hari Kedelapan

Lily yang manja,

Apa rasanya membaca setumpuk surat dariku? Banyak? Tentu! Setiap hari aku menulis surat untukmu. Setiap hari, Li! Waktu luang menghampar-hampar di sini. Wajar bila sepucuk surat dalam sehari adalah hasilnya. Namun jauh dari semua itu, menulis surat adalah caraku mengabarimu dengan menuang rindu memakai kata. Karena itu, hari jadi nikmat sekali.

Bila aku suka menulis surat, bagaimana bisa aku memberikanmu sedikit? Mustahil menurutku. Namun di sini aku cekikikan sendiri. Kurasa kau kewalahan menerima surat-suratku. Namun berbagai kata di atas kertas yang terlipat, itu semua kata pencurahanku. Kuharap ada waktu bagimu untuk ikut merasakanku di sini. Dari suratku itu. :)

Namun aku tak yakin bahwa kau sanggup membaca semua suratku itu dalam sehari. Sejak kapan Lily mau membaca yang “sok puitis” semacam itu? Bahkan aku mengingat-ingat lagi atas apa saja yang aku tulis untukmu, AH! Pasti kau menganggapku berlebihan, aneh dan mungkin stress. Diungkapkannya cinta dengan bahasa yang berat nan acak-acakan. Yah.. Apa mau dikata. Aku hanya penulis surat pemula yang di isi suratnya, itu kamu yang aku istimewakan.

Masih kuingat waktu pertama Dion melihat surat-suratku, ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Jadi ini keseharianmu yang baru? Menulis surat setiap hari?” Tanyanya agak tidak percaya.

Aku pun hanya mengangkat alis dengan senyum yang cukup menjawab penasarannya. Untung yah, ada Dion. Ya kalau kupikir, banyak temanku di luar sana, tetapi tidak ada yang sepeduli Dion. Ia hanya seorang teman, lho.. Bukan keluargaku. Tetapi di balik sifatnya yang pendiam, terselip kasih seorang sahabat yang patut diacungi jempol. Aku beruntung memilikinya.

Lily, selama aku sedang menulis suratku ini, aku masih terbayang-bayang suratmu. Bahkan masih kubaca-baca terus.

“Lily kangen sama Igo. Kangeeeeeeeeeeeeeeeeeeeen!”

Wow! Di bagian itu, aku seperti merasa engkau menjerit dalam hatiku. Pula di tiap kata-kata yang kau sediakan, itu serupa keseharian kamu bicara. Jauh berbeda denganku di surat ini, aku sengaja mengistimewakan bahasa baku untuk kusajikan dalam benakmu agar kau tahu, Igo yang di sini ingin berubah jadi Igo yang lebih dewasa. Makanya Igo memulainya dalam bertutur kata kepada kertas. Setidaknya setelah Igo menghormati bahasa, mudah bagi Igo menghormati orang lain, terlebih lagi menghormati hidup. Tetapi bukan berarti tulisan Lily, jelek lho… Tulisan Lily tetap nomor 1 buat Igo, karena Lily menulis surat itu dari hati Lily. Itu yang penting. :)

Lily, tidak banyak yang ingin aku ceritakan di surat ke-8 ku ini. Seharian aku hanya terbuai oleh suratmu. Rasa semangatku berapi-api. Aku tak sabar menunggu surat yang berikutnya. Tetapi aku berterima kasih padamu, kau telah membuatku semakin tabah. :)

Baiklah, sebelum aku menyudahi surat hari ini, izinkan jari menari sejenak untuk menyanjungmu! Mari kita panggilkan, “jeng-jeng-jeng-jeng!” :p

Aku mencintaimu karena ombak yang tinggi, badai yang kencang, malam mencekam, gunung meletus, gempa yang hebat, gedung yang runtuh, hujan yang lebat, petir menyambar, sungai menguap dan dunia hancur, namun ku tetap merasa rindu.
Sepatah kata dalam doamu,

Igo.

NB: Kau dapat salam dari Iwan, seorang sahabatku di sini yang seharian tadi, tak pernah menang melawanku bermain catur. :)

(dikirim oleh @zarryhendrik di http://zarryhendrik.tumblr.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar