Jumat, 14 Januari 2011

Sebuah Surat Untuk Ayah

Ayah, aku hanya berharap bisa melepas pesawat rinduku dan sampai ke tempatmu. Ayah, 10 hari yang lalu engkau genap berusia 60 tahun bukan? Bisakah engkau hanya bercinta dengan tempat tidurmu, berbicang - bincang dengan kursimu dan juga rumahmu yang telah engkau bangun. Mengapa engkau masih harus menjual tenagamu untuk orang lainm sampai akhirnya engkau berangkat ke Pulau Minang. Ya. Hanya untuk membuat keluargamu tersenyum.

Ayah, engkau tak usah lagi menambah keriput di keningmu hanya untuk anak istrimu. Lihat. Aku sudah disihir olehmu selama bertahun - tehun untuk menjadi dewasa. Aku dan kakakku sudah bisa membiayai adik - adik kami.

Ayah, aku benar - benar begitu sulit mengudarakan kerinduanku agar sampai kepadamu. Bisakah engkau melihat ke langit sejenak? Langit itu adalah cermin dimana aku bisa melihat di bagian mana engkau sedang bercermin. Dan engkaupun bisa sangat jelas melihat anakmu ini ayah aku benar - benar sudah dewasa. Lihat ayah. Aku disini sedang menjadi dirimu di masa lalu. Mengumpulkan sakit dan air keringat untuk ditukar dengan sebongkah kebahagiaan yang sangat menggiurkan untuk kita kelak.

Ayah, aku tidak melihat punggungmu, tidak mencium tanganmu ketika kau pergi ke Padang. Pulanglah ayah. Kita reboisasi kembali kerhamonisan keluarga yang pernah tercipta.

Ayah, pulanglah ke rumah. Kami disini sudah menyiapkan berbagai cerita untuk masa tuamu. Kami mencintaimu ayah.

Anakmu



(diambil dari http://crezative.tumblr.com/ )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar