Kamis, 20 Januari 2011

Untuk Istri Mantan Pacarku

Halo Sweety,

Aku baru saja melihat fotomu di Facebook. Ah kamu sungguh aneh, foto profile mu masih berisi foto pernikahan kalian 5 tahun yang lalu. Bukankah itu sudah terlalu lama? Dan aku yakin sekarang kamu sudah tidak secantik dulu setelah memiliki 2 anak. Lagipula foto pernikahan itu kan pake make up lengkap dan angle fotonya sangat bagus sehingga kamu terlihat cantik.

Apakah aku iri padamu? Ah ya harus kuakui. Aku iri pada posisimu karena seharusnya akulah yang menjadi kamu. Akulah yang seharusnya masih memajang foto pernikahan yang sudah lama itu karena aku akan bangga menikah dengan suamimu. Ya suamimu adalah orang yang pernah kucintai, sangat kucintai sehingga ketika kami berpisah aku berpikir untuk bunuh diri saja karena sudah tak ada lagi yang kuharapkan dimasa depan. Apakah kamu tau kisah kami? Apakah suamimu pernah bercerita tentang aku?

Kami dulu saling mencintai. Kami berdua adalah pasangan yang tak terpisahkan. Dia adalah pria idamanku yang sangat kuharapkan akan menjadi suamiku. Tentu saja aku menyadari ada perbedaan besar diantara kami. Perbedaan keyakinan dan perbedaan etnis. Tapi waktu itu aku bersedia menghadapi tembok setinggi apapun dan jurang sedalam apapun demi tetap bersamanya. Bertahun tahun kami menjalani hubungan yang romantis dan semakin hari mengenalnya aku semakin jatuh cinta padanya.

Perbedaan keyakinan membuat kedua orang tua kami menentang hubungan itu dan perbedaan etnis membuat seluruh keluarga besarnya membenci aku. Aku merasa seperti tokoh utama dalam sinetron yang selalu dianiaya, tapi aku tetap tegar dan pantang menyerah. Dia pun selalu mendukung dan membelaku. Aku merasa jika bersamanya aku siap menghadapi apapun.

Sampai suatu hari, dia mengajakku bicara dan berkata bahwa demi kebahagiaan semua orang maka sebaiknya hubungan ini kita akhiri. Dia tidak ingin keluarganya tidak bahagia, keluargaku tidak bahagia dan aku juga tidak bahagia bila harus terus-terusan menghadapi masalah ini. Maka dia rela melepaskan aku untuk bahagia dengan orang lain dan dia berharap akupun rela melepaskannya demi kebahagiaan semua orang.

Hatiku hancur. Aku seperti guci keramik yang jatuh dari ketinggian, hancur berkeping-keping. Bagaimana mungkin dia menyerah begitu saja dan bagaimana mungkin dia berpikir bahwa aku bahagia bila tidak bersamanya. Aku putus asa. Aku tidak punya harapan lagi. Aku berubah dari orang yang kuat dan gembira menjadi orang yang sangat menyedihkan.

Yang lebih menyedihkan lagi adalah, kami berdua ternyata belum bisa saling melepaskan satu sama lain. Setahun setelah perpisahan itu kami masih tetap bersama, hubungan tanpa status. Kami seperti orang pacaran tapi kami sudah putus dan hal itu membuatku bimbang dan galau.

Hingga akhirnya dia berkata bahwa dia harus menjauhiku kalau tidak dia tidak akan pernah bisa melepasku. Dia pindah kota. Aku sendirian dan semakin hancur. Makan ketika aku sudah sampai didasar kehancuranku, aku merasa muak dan pergi dari kota ini. Kota yang meninggalkan terlalu banyak kenangan manis untuk kami.

Sekarang, 8 tahun kemudian aku menemukanmu di facebook. Aku teringat lagi dengan suamimu dan betapa indahnya cinta kami. Tapi sekarang aku menyadari bahwa keputusan yang dia ambil adalah benar. Kalian sudah menikah dan terlihat bahagia, akupun sudah menikah dan bahagia. 3 tahun dinegeri orang membuatku mulai melupakannya dan membuka hati untuk orang lain. Ketika aku kembali aku mendengar kabar bahwa dia sudah menikah denganmu. Aku hanya bertanya pada pembawa kabar apakah kalian seiman dan kamu bermata sipit? Dan jawabannya adalah “Ya”. Aku langsung mengubur semua kenangan dan cintaku untuknya

Tapi aku lega, lega melihat foto pernikahan kalian difacebook dan ternyata aku sudah merelakannya. Waktu kubilang aku sedikit iri padamu, itu karena aku menghayal bagaimana jika aku yang menjadi kamu dan menjadi istrinya. Aku lebih lega lagi karena dulu dia memilih untuk membahagiakan semua orang dan itu benar-benar terjadi. Aku dan keluargaku bahagia, aku menikah dengan orang yang mencintaiku dan juga kucintai, Keluarga kalian bahagia dan aku yakin kamu pasti membahagiakan suamimu.

Baiklah itu saja yang ingin kukatakan padamu. Kalau kamu sempat membaca surat ini, sampaikan salamku untuk suamimu dan katakan padanya aku sudah melepaskannya.

Salam,

-Mantan pacar suamimu

(dikirim oleh @utary di http://myutary.blogspot.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar