Selasa, 18 Januari 2011

Untuk Lelaki Berbaju Merah

Hai Lelaki Berbaju Merah,

Baru saja aku bertemu denganmu di kelas hari ini, dengan baju merahmu yang biasa.

Hari ini kita duduk berjauhan. Aku di depan, kau jauh di belakang. Tapi, aku tahu kau mencari-cariku. Aku langsung tahu ketika tadi pandangan mata kita bertemu. Sekilas. Satu detik. Lalu kau tersenyum padaku.

Ya. Cukup satu detik. Dan jantungku berdebar lebih cepat dari yang seharusnya.

Ah, masih sama. Reaksiku ketika bertemu denganmu dan melihatmu tersenyum padaku, masih tetap sama.

Getaran itu ternyata masih ada. Mengecil memang. Jauh lebih kecil daripada dulu memang.

Tapi getaran itu masih ada.

Aneh ya? Padahal, toh kita tak pernah ada hubungan istimewa.

Beberapa tahun yang lalu, kita sangat dekat. Dekat sekali. Saking dekatnya, dulu itu aku sampai berharap lebih akan kedekatan kita.

Aku masih ingat ketika kita jalan berdua di bawah langit berbintang. Kita mencari pom bensin karena motor tuamu mogok. Kau berjalan menuntun motor tuamu, sementara aku berjalan disisimu sambil membawakan helmmu.

Aku masih ingat jelas bagaimana raut mukamu di bawah sinar rembulan. Saat itu aku tersadar. Aku jatuh hati padamu.

Bukan. Bukan hanya karena wajahmu yang punya daya tarik khas itu. Tapi juga karena kebaikanmu yang luar biasa padaku.

Aku juga jatuh hati pada mimpi-mimpimu. Kau pria yang penuh impian.

Bicara mengenai impian denganmu, rasanya tak pernah cukup waktu. Menggebu. Membuatku sangat bersemangat untuk mencapai impianku juga.

Bisa seharian kita berdua berbagi mimpi. Bercerita tentang impian dan cara mencapainya. Lalu, biasanya pembicaraan akan melantur kemana-mana, dengan canda dan tawa. Sambil menikmati semangkuk es buah paling enak yang pernah kucicipi.

"Nggak ada maybe no dalam mencapai impian. Adanya maybe yes."

Begitu katamu.

Aku kagum pada semangatmu, Lelaki Berbaju Merah.

Aku kagum dengan caramu menyemangatiku dalam mencapai mimpi.

Ya, aku jatuh hati padamu. Tapi itu dulu.

Sekarang, aku sudah tak berharap lagi padamu.

Meski getaran kecil itu masih ada. Bahkan masih ada, ketika beberapa waktu lalu iseng-iseng, kau meminta kubuatkan buku. Kau ingin aku menulis tentang pendakianmu.

Hei, tahukah kamu, sebenarnya, sudah ada cerpen yang kubuat khusus untukmu. Itulah sebabnya, kau tidak kuberi bukuku waktu kau memintanya. Aku malu. Sebab, kau pasti tahu kalau cerpen itu untukmu. Di situ tertulis jelas cerita tentang kita dulu. Hahaha. Seandainya kau tahu, bagaimana ya reaksimu?

Lelaki Barbaju Merah,

Tahukah kau? Aku masih menjulukimu "ice tea." Hanya gara-gara rayuan gombalmu beberapa tahun yang lalu, ketika aku marah padamu.

Kau bilang, "Kamu manis banget deh. Kalah deh es teh sama kamu. Jangan marah ya?"

Hahaha. Aku masih tertawa jika mengingatnya.

Lelaki Berbaju Merah,

Beberapa bulan lalu, kau sempat menanyakan statusku. Aku tidak tahu apakah pertanyaanmu itu mempunya tedensi tertentu, atau hanya angin lalu. Tapi, waktu itu aku masih single, dan aku sempat sedikit berharap, kita bisa sedekat dulu. Apalagi kau masih mengantarkanku pulang, masih mengajakku sekedar minum es berdua.

Hmm.. mungkin itu hanya angin lalu ya? Toh kau masih menanti seorang wanita pujaanmu, cinta pertamamu dulu. Ngomong-ngomong, aku heran, kenapa kau tidak menceritakan yang satu itu padaku. Kita bercerita banyak, tapi kau tidak pernah cerita tentang wanita pujaanmu itu. Ah, ya sudahlah. Biarlah alasan itu hanya kau yang tahu.

Oh iya, kalau sekarang kau bertanya pertanyaan itu lagi, jawabannya sudah berbeda. Sekarang sudah ada seseorang di sisiku. Dia tak kalah hebat denganmu lho, hehehe.

Bagaimana dengan cinta pertamamu itu? Apakah kau masih menunggunya?

Kuacungkan jempol untuk kesetiaanmu menunggunya.

Selamat berjuang mendapatkannya ya.

Selamat berjuang juga untuk mencapai mimpi-mimpimu yang kaubagi denganku, dulu.

Salam manis,

Penulis

PS: Jangan lupa oleh-oleh untukku ya, bila kau mendaki ke puncak Elbrus, Rusia, Maret nanti :)



---Oleh:


(diambil dari: www.pecintarasa.posterous.com )

1 komentar: