Senin, 17 Januari 2011

January 17, 2011 Hari Kelima : Tentang Pilihan

18 Desember 2010 – 18 Januari 2011

Jadi, jelas kan? Hari ini sudah tepat satu bulan sejak hari dimana kamu memilih gadis lain. Bukan aku. Iya, untuk mendampingi hari-harimu tentu saja. Baiklah, mari ku perjelas. Hari ini tepat sebulan kamu jadian dengan nya. Aah, apa harus aku sebutkan juga siapa “nya” itu?

Sedih? Retoris sayang. Kamu tentu tau seberapa besar aku berharap bahwa aku-lah yang akan menemani hari-harimu kelak. Tapi aku tidak menangis. Sama sekali tidak. Bukan karena aku lelah menangisi mu sepanjang tahun ini. Tapi karena aku sadar, gadis itu lebih baik dari segi apapun di banding aku. Jelas bukan? Buktinya kamu lebih memilih dia daripada aku.

Aku sudah biasa jadi orang yang tidak dipilih oleh cinta, sayang. Tapi tidak dipilih olehmu kali ini adalah pukulan terhebat bagi ku. Kamu tentu masih ingat bukan? nyaris dua tahun yang lalu, saat kita mulai memperjelas apa yang menggantung dan terasa menyakitkan itu.

Aku masih ingat detail semuanya dengan jelas. Bahkan ketika kamu bilang bahwa saat itu kamu belum siap. Kamu hanya ingin menamatkan kuliahmu, mendapatkan pekerjaan yang layak, barulah kamu akan membuka hati. Tidak! Kamu tentu tidak bilang bahwa kamu akan membuka hati buat ku. Bahkan kamu memintaku berhenti menungguku.

Tapi, aku sabar, sayang. Aku masih menunggumu. Meski tanpa alasan jelas. Meski tanpa janji apapun dari mu. Aku mungkin kebas hati. Tapi aku tidak pernah lelah menunggumu, sayang.

Aku hanya mengingat ucapanmu. Satu kalimat yang membuat aku berharap. Satu kalimat yang menghalau semua lelah yang bisa saja menghampiri.

Bahwa jodoh pasti akan menemukan kita dengan orang yang tepat. Bahwa kamu suatu saat nanti bisa saja berubah pikiran dan memintaku menemanimu. Bahwa berapa kalipun kita ditemukan dengan orang yang salah, tapi kalau kita jodoh, maka kita akan saling memiliki pada akhirnya.

Iya, sayang. Hanya itu. Tentu kamu tidak menyelipkan janji apapun atas hatimu didalamnya. Tapi bahkan aku bisa bertahan selama ini menunggumu. Yah, meskipun harus dengan beberapa kali mengikat janji dengan yang lain. Tapi, kamu tentu tahu bahwa aku masih menunggumu memintaku.

Aku tidak pernah lelah menunggumu, sayang. Aku bahkan tidak pernah berniat berhenti. Karena aku selalu berharap, suatu saat kamu memintaku, dan kita akan menghabiskan hari bersamamu. Harapan itu begitu besar dan aku seringkali kesulitan menahannya.

Kamu sosok yang tak pernah lupa aku sebut dalam setiap doa seusai sholat. Bahwa aku betul-betul berharap suatu saat kamu akan memintaku.

Aku juga masih ingat dengan jelas, hari dimana aku menghadiri wisudamu. Kamu ganteng. Senyum mu. Sifat kekanakan mu. Manja mu. Cara bicaramu. Aku selalu luluh untuk itu. AKu nggak sengaja, sayang. Ketika aku lupa membawakan setangkai bunga dan menyambutmu dengan senyum lebar ketika kamu selesai di wisuda. Aku nggak sengaja melupakannya.

Kamu tahu, sayang. Hari itu harapan itu semakin besar. Karena satu dari kewajibanmu sudah terselesaikan dengan baik. Aku senang, kamu lulus dengan IPK memuaskan. cumlaude, sayang. Selamat yaa ^^

Aku juga senang. Karena pada akhirnya aku berhasil membujukmu mengikuti tes suatu bank. Aku tau cita-cita mu. Cita-cita kita sama. menjadi banker. Maka nya aku memaksamu. Meskipun kamu punya segudang alasan untuk menolak, aku punya dua gudang alasan untuk membujukmu ikut.

Dan begitu kamu dinyatakan lulus tes bank itu. Kamu tentu melihat betapa aku sangat senang. Aku senang sekali, sayang. Sungguh. Ini berarti kamu sudah menyelesaikan dua kewajibanmu. Sayang..

Harapan itu sedang terpupuk dengan baik, saat tiba-tiba kamu datang dan mengenalkan gadis itu padaku. Kekasihmu, sayang. Iya, kekasihmu. Kamu telah menetapkan pilihanmu pada seseorang. Kamu mengenalkannya padaku. Aku tersenyum dan menjabat tangan gadis itu dengan tulus. Baiklah, aku memang iri.

Tapi aku senang, sayang. Setidaknya kamu menepati semua omongan mu pada ku.

Kamu memang akan menentukan pilihan setelah semua kewajibanmu selesai. Iya aku tau, waktu itu kamu memang tidak bilang bahwa aku-lah pilihanmu. Tapi berharap rasanya tidak salah kan? :)

Kita menghabiskan satu malam mengobrol panjang via sms. Membahas apa yang semestinya sudah tidak butuh dibahas. Tapi kamu merasa ini perlu.

Semestinya kamu tidak perlu meminta maaf, sayang. Itu hak mu, toh kamu tidak menjanjikan apapun padaku bukan?

Tapi terimakasih sayang, karena kamu masih memikirkan hatiku. Padahal ketika aku melakukan hal yang sama padamu, berulang kali, aku tidak pernah berusaha menjelaskan apapun padamu.

Kamu menegaskan bahwa aku sudah punya orang lain. Tentu, sayang. Dia sahabatmu. Dan kami sudah berjalan setahun ini. Apa kamu pernah cemburu, sayang?

Kamu memintaku mengikhlaskan kamu dengan pilihanmu, seperti kamu mengikhlaskan aku dengan pilihanku. Sudah pasti, sayang. Tanpa kamu minta pun aku pasti akan mengikhlaskan. Aku sudah tidak berharap apapun lagi padamu. Aku sudah tidak menunggumu lagi, sayang. Aku sudah melepaskanmu.

Sayang. andai aku sekarang tidak dengannya, apakah kamu akan memintaku? Ah, sudahlah sayang. Tidak usah dijawab. Aku tidak butuh jawaban atau penjelasan apapun lagi darimu.

Terimakasih sayang. Aku belajar banyak hal darinmu.

Doakan aku ya, semoga aku bahagia dengan pilihanku. Seperti aku yang selalu mendoakanmu bahagia dengan pilihanmu.


---Oleh:


(diambil dari: www.adytapurbaya.posterous.com )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar